Assalamualaykum ikhwani wa akhwati fillah.
Kesungguhan para sahabat Nabi dalam berjuang menegakkan Dienul-Islam dengan jiwa raganya telah terukir indah dalam khazanah sejarah umat manusia. Mereka tidak mempedulikan berbagai halangan dan rintangan yang menghadangnya. Bahkan musuh yang dihadapinya jauh lebih kuat sekaliun tidak dipedulikannya. Dengan penuh bangga Rasulullah bersabda:
“Biarkan bersamaku para sahabatku. Demi diriku yang berada dalam genggaman tangan-Nya. Jika kalian infakkan emas sebesar bukit Uhud, niscaya kalian tidak dapat menyamai amal perjuangan mereka” (HR. Imam Ahmad, Al-Bazaar dari Anas bin Malik R.a).
Semangat Juang Pengantin Baru
Ketika terjadi pertempuran, Hanzhalah baru saja menikah. Dan ketika sedang berasyik ma’suk bersama istrinya, tendengar seruan dari Nabi untuk berjihad. Ruhul jihadnya langsung menggelagak. Hanzhalah segera bangkit dari tempat tidurnya, dan tanpa mandi junub, ia tinggalkan wanita yang baru saja dinikahinya. Dan dengan pedang yang terhunus, ia melompat keluar menuju ke medan perang.
Di medan perang, Hanzhalah langsung masuk ke tengah gelanggang membela Nabi sampai titik darah penghabisan. Ia gugur sebagai syuhada bersama para syuhada lainnya.
Dalam syariat Islam, seorang syuhada yang gugur dalam keadaan junub, jenazahnya langsung dikubur dengan pakaian yang sedang dipakainya tanpa dimandikan. Darah segar yang mengucur membasahi sekujur tubuhnya berikut pakaian yang dikenakannya, dan semua peralatan yang digunakannya, tidak perlu dibersihkan. Semuanya dibiarkan apa adanya, masuk ke liang kubur bersama jasadnya yang berlumuran darah, sebagai saksi di hadapan Allah Azza wa jalla.
Nah, ketika jenazah Hanzhalah mau dimasukkan ke liang kubur, Rasulullah melihat para malaikat memandikan jenazahnya. Beliau lalu memberitahukan kepada para sahabatnya: “Hanzhalah telah dimandikan oleh para malaikat”.
Abu Sa’id Saidi Radhiyallahu anhu, mencoba mendekati jenazah Hanzhalah: “Aku melihat tetesan air bekas mandi, menetes dari kepala Hanzhalah”, kata Abu Sa’id.
Begitulah bila Nur Ilahi telah memasuki relung hati manusia. Semangat juangnya bangkit. Ruhul jihad-nya membara untuk membela Islam. Tidak mempedulikan keadaan dirinya, istrinya, dan lingkungannya. Nilai jihadnya teramat sangat tinggi dihadapan Allah. Dia akan dibayar oleh Allah secara kontan berupa surga. Ia masuk surga tanpa dihisab. Begitu janji Allah:
“Sesungguhnya Allah telah membeli diri orang-orang mukmin dan harta bendanya dengan (menganugerahkan) surga kepada mereka, (karena) mereka berperang di jalan Allah, lantas mereka membunuh atau terbunuh. Itulah janji Allah yang pasti di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Oleh karena itu bergembiralah kamu dengan perjanjian yang telah kamu ikat itu. Dan itulah kemenangan yang nyata” (QS. At-Taubah, 111).
Semangat Juang Si Kaki Pincang
Begitu rupa semangat jihad para sahabat Nabi, sampai-sampai seorang sahabat yang cacat pun tidak mau ketinggalan. Amru bin Jamuh Radhiyallahu anhu misalnya, sahabat Nabi yang dikarunia empat orang anak. Kakinya pincang dan hidupnya sangat sederhana. Namun semangat jihadnya tak kunjung padam.
Sewaktu meletus pertempuran di bukit Uhud, Amru bertekad untuk turut serta bersama Rasulullah. Orang-orang iba melihatnya, seraya berkata:. “Wahai Amru, kamu dalam keadaan udzur. Kakimu pincang, nanti kamu akan mengalami banyak kesulitan”.
Amru balik berkata: “Betapa buruknya aku jika anak-anakku pergi ke surga, tapi aku tertinggal di sini”.
Semangat Amru semakin tinggi ketika istrinya menyindir: “Aku lihat, suamiku tinggal di rumah karena melarikan diri dari perang”.
Amru lantas bangkit mengambil pedangnya dan menghadap ke arah kiblat seraya berdoa:
Allahumma laa taruddanii ilaa ahlii
“Ya Allah jangan kembalikan aku kepada keluargaku”.
Amru kemudian menemui Rasulullah, menyampaikan niatnya untuk ikut ke medan Uhud bersama Rasulullah. “Aku berharap dengan kakiku yang pincang, dapat berjalan di surga”, kata Amru kepada Rasulullah.
Melihat kondisi sahabatnya itu, beliau bersabda: “Allah telah memberi keringanan kepadamu, tidak pergi pun tidak mengapa”.
Namun tekad Amru telah bulat. Rasul pun akhirnya mengizinkannya.
Di medan perang, Abu Thalhah Radhiyallahu anhu memberi kesaksian tentang semangat juang Amru yang membara dan selalu berkata: “Demi Allah, aku harus masuk surga”.
Karena kondisi fisik Amru yang sangat memprihatinkan, maka salah seorang anaknya terpaksa harus turut berlari-lari mendampingi ayahnya, sehingga keduanya sama-sama gugur sebagai syuhada
Ketika mendengar keduanya gugur, istrinya segera datang membawa seekor unta untuk mengangkut jenazah keduanya yang akan dikuburkan di Madinah. Namun sang unta tidak mau bergerak. Unta itu tetap duduk walau dipaksa dengan berbagai cara.
Istri Amru mengadu kepada Rasulullah. Beliau lalu bersabda: “Unta ini memang telah diperintah untuk berlaku demikian. Dan apakah sebelum berperang Amru telah berkata sesuatu ?”.
“Benar ya Rasulullah. Amru berdoa sambil menghadap ke kiblat: ‘Ya Allah jangan kembalikan aku kepada keluargaku”, jawab istri Amru.
“Karena doa itulah, unta ini enggan pergi”, kata Rasulullah.
Semangat Juang Penggembala
Wahab bin Qabus Radhiyallahu anhu. adalah seorang penggembala kambing yang tinggal di kampung. Suatu hari ia dan keponakannya pergi ke Madinah membawa kambing-kambingnya. Setibanya di Madinah terdengar khabar, Nabi telah pergi ke medan Uhud. Wahab pun segera menyusulnya, sedang kambing-kambing gembalaannya ditinggalkan.
Di medan Uhud, ia melihat Rasulullah sedang dikepung musuh, dan terdengar beliau berseru: “Barangsiapa dapat membubarkan mereka, ia akan bersamaku di surga”.
Mendengar teriakan Rasulullah, Wahab segera menghunus pedangnya dan menyerang musuh yang sedang mengepung beliau. Dengan semangat jihad yang berkobar di dadanya, Allah pun menurunkan pertolongan. Tentara musuh lari kocar-kacir. Namun tak lama kemudian, muncul lagi serangan yang serupa. Wahab maju lagi dengan semangat juang yang makin tinggi, sehingga kepungan yang kedua kalinya berhasil dihalaunya. Tak lama setelah itu, datang lagi kepungan yang ketiga. Wahab pun berhasil lagi menghalaunya.
Melihat semangat juang dari sahabatnya, Nabi lalu menjanjikan surga kepadanya, sehingga Wahab semakin berani lagi maju ke medan juang, sampai akhirnya ia jatuh tersungkur menemui Rabb-nya.
“Belum pernah aku melihat orang yang sangat berani dalam bertempur seperti Wahab bin Qabus. Setelah syahid aku melihat Rasulullah berdiri di dekat kepalanya seraya bersabda: ‘Allah meridhaimu dan aku juga meridhaimu’.
Rasulullah bersama sahabat-sahabat lainnya lalu menguburkan jenazah Wahab bin Qabus dengan tangannya sendiri, padahal ketika itu beliau terluka”, demikian Sa’ad bin Abi Waqqash menuturkan.
Umar bin Khattab juga memberi kesaksian serupa: “Aku tidak pernah demikian cemburu terhadap sesuatu kecuali terhadap perbuatan Wahab. Hatiku berdoa semoga Allah menyampaikan aku kepada derajat sebagaimana amalan Wahab”.
Demikian semangat juang generasi pertama sejarah Islam. Dari semangat juang seperti itulah Islam berkembang melampoi jasirah Arabia. Kemudian, generasi berikutnya melanjutkan lagi hingga Nurul Islam memancar ke seantero jagat raya.
Semoga bermanfaat dan berkenan untuk dishare.
Allahu a’lam bish-shawab
Tulisan disadur dari Badruzzaman Busyairi.
Wassalamualaykum