Masih banyak lagi sahabat Nabi yang kaya-raya dan selalu menginfakkan kekayaannya itu untuk fi sabilillah, namun hidupnya justru semakin makmur. Salah satu di antaranya, Thalhah bin Ubaidillah yang mendapat gelar dari Nabi, “Thalhah yang baik hati”.

Seperti Abdurrahman bin Auf, maka Thalhah yang kaya raya pun setiap selesai menyerahkan hartanya untuk keperluan perjuangan membela Islam, hartanya malah bertambah banyak. Pernah dia murung sekali lantaran menyaksikan harta yang dimilikinya terus bertambah padahal sudah dikeluarkan untuk fakir miskin, anak-anak yatim, para janda dan kaum dhu’afa lainnya, serta untuk membangun berbagai fasilitas umum. “Harta yang banyak itu ternyata sangat menyusahkan dan menyempitkan ruang gerakku”, kata Thalhah kepada istrinya.

Sang istri pun tidak bertepuk sebelah tangan. Diusulkan kepada suaminya agar hartanya itu segera dibagikan kepada fakir miskin, anak-anak yatim, dan orang-orang dhu’aafa lainnya yang membutuhkan.

Thalhah lalu bangkit, memanggil orang-orang kepercayaannya untuk membagi-bagikan hartanya itu kepada fakir miskin, anak-anak yatim, dan dhu’afa lainnya hingga habis. Meski telah habis seluruh hartanya, Thalhah tidak takut jatuh miskin, karena dia sangat percaya Allah Maha Kaya dan akan memberikan sebagian kekayaan-Nya itu kepada hamba-hamba yang dicintai-Nya.

Suatu ketika, dia baru saja menjual sebidang tanah miliknya. Melihat tumpukan uang yang begitu banyak, dia sedih sekali, sehingga tanpa terasa melelehlah air matanya, seraya berkata: “Sungguh, bila seseorang dibebani harta yang begitu banyak, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat, pasti akan mengganggu ketenteraman dalam beribadah”.

Setelah berkata demikian, Thalhah memanggil temannya, dan berjalan keliling kota sambil membagi-bagikan uangnya kepada seluruh penduduk Madinah hingga habis sama sekali. Itulah Thalhah yang sampai akhir hayatnya tetap menyantuni orang-orang dari Bani Taim yang mempunyai tanggungan keluarga, menikahkan mereka, menyantuni anak-anak yatim dan mengkhitankannya, serta membayarkan hutang orang-orang yang tak mampu membayarnya.

Demikian Allah melapangkan rezeki para hamba-Nya yang selalu menafkahkan hartanya untuk kepentingan di jalan Allah. Dalam mengeluarkan zakat, infaq, sodaqoh dan wakafnya itu, mereka tidak pernah menyebut-nyebut pemberiannya, dan tidak pernah menyakiti orang lain dengan pemberiannya itu. Benarlah firman Allah yang artinya

“Orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringinya dengan menyebut-nyebut pemberiannya, dan tidak pula dengan kata-kata yang menyakitkan, mereka memperoleh pahala di sisi Allah. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah 262).

Allahu a’lam bish-showab.

Author : Badruzzaman Busyairi

Leave a Reply

Your email address will not be published.