
Abu Dzar Al-Ghifari adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat setia. Ia memeluk Islam ketika pengikut Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam masih sangat sedikit. Oleh karena itu ia tergolong kelompok awal memeluk Islam (assabiqunal-awwalun). Semula, ia seorang kepala suku yang paling ditakuti setiap orang karena keberanian dan kekejamannya. Namun setelah memeluk Islam dan berada di bawah bimbingan Rasulullah, hidupnya berubah total, bagaikan malam dengan siang. Ia tetap pemberani tapi dalam membela Islam. Ia juga sangat taat kepada Rasulullah dan selalu menyertai beliau dalam berbagai medan pertempuran. Ia tidak lagi bengis, tapi sangat santun lagi sederhana sehingga sulit dicari bandingannya.
Bila mendapat pelajaran dari Rasulullah tak habis-habisnya dicerna untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bila belum puas, tak segan-segan bertanya agar mantap dalam beribadah. Hal ini lantaran ia melihat dan merasakan langsung Rasulullah sebagai lautan ilmu yang tiada habis-habisnya untuk ditimba, sekaligus contoh tauladan yang paling baik yang diberikan Allah bagi para hamba-Nya.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Abu Dzar bukan mengada-ada, tetapi sangat diperlukan dalam kehidupan sehar-hari, agar lurus dan mantap dalam mengabdi dan beribadah Allah. Dus pertanyaan yang benar-benar bermanfaat. Bukan pertanyaan asal-asalan, dan bukan pula pertanyaan yang membuat kebingungan, keraguan atau memberatkan dirinya dan orang lain.
Sekiranya Abu Dzar sudah tahu, ia pun tidak akan bertanya kepada Nabi, melainkan langsung mengamalkannya. Itulah prinsip Abu Dzar Radhiyallahu anhu dalam bertanya. Dan itu pula prinsip para Sahabat yang tinggal bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Ibadah, Amal dan Manusia Paling Utama
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, menulis tanya-jawab Abu Dzar dengan Rasulullah berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Al-Husaini dari Ibu Idris Al-Khaulani. Suatu hari Abu Dzar masuk ke masjid menemui Rasulullah. Ketika itu ia mendapati beliau sedang duduk sendirian. Abu Dzar mendekti beliau, lalu duduk di sampingnya seraya bertanya tentang berbagai masalah. Dengan penuh perhatian Rasulullah menjawab pertanyaan demi pertanyaan dari shahabatnya itu;
“Ya Rasulullah, engkau memerintahkan aku shalat ?”, tanya Abu Dzar. Rasulullah menjawab: “Shalat adalah sebaik-baik perbuatan, maka perbanyaklah atau sedikit”. Abu Dzar bertanya lagi : “Ya Rasulullah, amal apakah yang paling utama ?”. Rasulullah menjawab: “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya”. Abu Dzar bertanya lagi: “Kalau begitu ya Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?”. Rasulullah menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”. Lantas Abu Dzar bertanya lagi : “Ya Rasulullah, siapakah muslim yang paling selamat ?”. Rasulullah menjawab: “Yang menyelamatkan orang-orang dari gangguan lidahnya dan tangannya”.
Abu Dzar masih terus bertanya: “Ya Rasulullah, hijrah yang bagaimana yang paling utama?”. Rasulullah menjawab: “Hijrah dari (meninggalkan) perbuatan maksiat”.
Abu Dzar bertanya lagi: “Shalat yang bagaimana yang paling utama ?”. Rasulullah menjawab: ”Yang lama berdirinya”.
Abu Dzar bertanya lagi: “Hamba sahaya manakah yang paling utama untuk dimerdekakan ?”. Rasulullah menjawab: “Yang paling mahal harganya dan yang paling disayang pemiliknya”
Abu Dzar bertanya lagi: “Shodaqoh apa yang paling utama ?”. Rasulullah menjawab: “Pemberian dari orang yang masih berkekurangan (tidak kaya) dan pemberian secara rahasia kepada seorang fakir miskin”
Abu Dzar bertanya lagi : “Ayat apakah yang paling besar yang diturunkan kepada engkau ya Rasulullah ?”. Rasulullah menjawab: “Ayat Kursi. Perbandingan Ayat Kursi dengan tujuh langit itu seperti sebuah cincin yang berada di tengah padang pasir. Dan perbandingan Arasy terhadap ayat Kursi adalah perbandingan padang pasir itu terhadap cincin itu”.
Nabi dan Rasul Allah
Dalam kesempatan itu, Abu Dzar bertanya lagi: “Ya Rasulullah, berapa jumlah para nabi ?”. Rasulullah menjawab: “124 orang”. Abu Dzar bertanya lagi: “Di antara mereka berapa orang yang menjadi Rasul ?”. Rasulullah menjawab: “313 orang”.
“Siapakah yang pertama ?”. Rasulullah menjawab: “Adam”.
“Apakah dia seorang Nabi yang diutus ?”. Rasulullah menjawab: “Benar. Dia diciptakan Allah dengan tangan-Nya, lalu ditiupkan ruh ke dalam tubuhnya yang disempurnakan. Wahai Abu Dzar, empat orang dari mereka adalah dari golongan Siryaniun. Yakni: Adam, Syith, Nuh dan Idris yaitu Nabi pertama yang dapat menulis dengan pena. Empat orang lagi dari keturunan Arab. Yakni: Hud, Syuaeb, Saleh dan Nabimu, wahai Adzar”.
Suhuf dan Kitab Allah
Setelah menanyakan tentang Nabi dan Rasul Allah, sahabat Nabi yang kritis tapi rendah hati itu bertanya tentang suhuf atau lembaran yang berisi firman-firman Allah serta Kitab-kitab Allah.
“Ya Rasulullah, berapa Kitab yang diturunkan Allah ?”. Rasulullah menjawab: “104 buah Kitab. Kepada Syith telah diturunkan 50 halaman, Ibrahim 10 halaman, Musa sebelum Taurat 10 halaman, di samping kitab Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an”.
“Ya Rasulullah, apakah isi lembaran-lembaran yang diturunkan kepada Ibrahim ?”. Rasulullah menjawab: “Isinya ialah: Hai Raja yang berkuasa, dipuji dan disombong. Sesungguhnya Aku tidak mengutusmu untuk mengumpulkan dunia, menumpuk sebagian di atas sebagian lain. Akan tetapi Aku mengutusmu untuk menerima doanya orang yang teraniaya jangan sampai kepada-Ku, karena Aku tidak akan mengembalikannya walaupun datang dari seorang kafir.
Seorang yang bijaksana akan membagi waktunya menjadi beberapa bagian, untuk munajat dengan Tuhannya, beberapa saat untuk introspeksi, beberapa saat untuk merenungkan ciptaan Allah, dan beberapa saat untuk mengurus kebutuhan makan dan minumnya. Seorang yang bijaksana tidak akan menyibukkan diri melainkan untuk tiga tujuan: mencari bekal untuk hari kemudian, mencari nafkah hidup, dan mencari kelezatan yang halal. Seorang yang bijaksana hendaklah mengenal zamannya, tekun mengurus urusannya, menjaga lidahnya. Dan barangsiapa menyesuaikan bicaranya dengan perbuatannya, maka akan jarang berbicara melainkan dalam hal-hal yang mengenai dirinya”.
“Ya Rasulullah, apakah isi lembaran-lembaran yang diturunkan kepada Musa ?”. Rasulullah menjawab: “Semua peringatan dan ibrah. Aku heran (kata Allah dalam lembaran-lembaran itu) terhadap orang yang yakin akan mati, tapi ia bisa bersuka ria. Aku heran terhadap orang yang yakin adanya taqdir, tapi ia bekerja membanting tulang. Aku heran terhadap orang yang melihat keadaan dunia yang berubah, tapi bisa tenang mempercayainya. Aku heran terhadap orang yang yakin adanya hari perhitungan, tapi ia enggan beramal”.
“Ya Rasulullah, apakah yang diturunkan kepada Ibrahim dan Musa itu ada yang disampaikan juga kepada kita ? Dan apakah yang diturunkan Allah kepada engkau?”. Rasulullah menjawab: “Ada. Coba bacalah wahai Abu Dzar (surat Al-A’laa ayat 14 – 19 yang berbunyi): “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia. Sedang kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) lembaran-lembaran Ibrahim dan Musa”.
Author : Badruzzman Busyairi