Setiap orang tentu membutuhkan seorang kawan, karena manusia tidak biasa hidup sendirian, betapa pun keadaannya. Menurut Khalifah Al-Makmun, ada tiga tingkatan kawan. Tingkatan pertama, kawan yang diumpamakan seperti makanan. Setiap orang pasti memerlukannya. Tingkatan kedua, kawan yang diumpamakan seperti obat. Orang hanya memerlukan pada waktu tertentu saja. Dan tingkatan ketiga, kawan yang dimisalkan seperti penyakit. Semua orang tidak menyukainya bahkan membencinya. Kehadirannya selalu menimbulkan masalah, bukan sebaliknya meredakan dan menyelesaikan masalah.
Kawan Yang Baik
Sebagaimana diisyaratkan oleh Dr. Nashir ibn Musfir az-Zahrani dalam buku Indahnya Ibadah Haji, kawan yang baik adalah kawan yang bisa memberitahukan bila kita tidak tahu, yang bisa mengingatkan bila kita lupa, yang bisa menasehati bila kita salah, yang bisa memberi peringatan bila kita mau tergelincir, yang bisa menutupi aib bila kita berbuat bodoh dan memalukan, yang bisa mendorong bila kita mau berbuat kebaikan, dan yang bisa mencegah bila kita mau berbuat kemaksiatan atau dosa. Pendek kata, dia memberikan sugesti kepada kita, menyayangi kita dengan tulus, serta jujur dalam ucapan dan nasehat-nasehatnya. Itulah kawan yang baik.
Orang-orang tua dulu sering berkata: “Katakan kepadaku, siapa kawanmu, maka aku akan mengatakan siapa engkau yang sebenarnya”. Dari kawan itulah akan terbentuk kualitas pribadi seseorang. Oleh karena itu, carilah kawan yang baik dan hindari berkawan dengan orang yang tidak baik, yang memiliki sifat dan tabiat buruk dan tercela. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda;
“Perumpamaan berkawan dengan orang saleh dengan orang dzalim, seperti duduk dengan penjual parfum dengan tukang besi (pande besi). Bila kamu mendekati penjual parfum bisa jadi dia akan memberikan parfum kepadamu sebagai promosi atau bahkan kamu ingin membelinya, atau minimal kamu dapat mencium semerbak wanginya. Sebaliknya bila kamu mendekati tukang besi boleh jadi bajumu akan terbakar karena jilatan api, atau kamu akan mendapatkan bau gosong yang membosankan” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abi Musa r.a).
Seorang penyair pernah berdendang: “Jangan tanya tentang diri seseorang, tetapi tanyakan tentang kawannya. Karena seseorang itu akan mengikuti atau menyerupai kawannya dalam bersikap. Berkawanlah dengan orang yang taqwa, maka engkau akan mendapatkan ketaqwaannya. Jangan berkawan dengan orang yang rendah perilakunya karena engkau akan terbawa-bawa”.
Sebagian ahli hikmah juga berkata: “Pilihlah kawan yang kuat memegang agamanya dan bermartabat, pandai dan beradab. Sesungguhnya dia penolongmu ketika engkau butuh, dia menjadi penenang ketika engkau gelisah, dan dia menjadi hiasan ketika engkau sehat”.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: ”Seseorang itu bergantung kepada Agama kaumnya. Hendaknya seseorang melihat dengan siapa dia berkawan” (H.R. Tirmidzi).
Teman Yang Menjerumuskan
Islam mengajarkan kepada kita untuk memilih kawan yang baik, bukan kawan yang buruk fikiran dan tabiatnya, karena kawan yang demikian akan menjerumuskan kita bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Kawan yang baik secara umum sudah barang tentu yang aqidahnya kuat, pemahaman dan pengamalan agamanya bagus, dan akhlaknya terpuji. Tiga unur tadi merupakan pokok utama yang tidak bisa ditawar-tawar karena akan membentuk kepribadian seseorang. Dari sini kemudian berkembang unsur-unsur lainnya, seperti memiliki ilmu dan wawasan yang luas, arif dalam melangkah, dan teguh dalam bersikap.
Akan tetapi mencari kawan yang demikian tidak mudah, karena pola hidup duniawiyah sudah mewarnai hampir semua sektor kehidupan manusia. Pandangan orang sudah dikecohkan oleh pandangan duniawiyah yang materialis dan hedonis, sehingga dalam mencari kawan pun orang melihatnya dari sisi duniawiyah. Padahal pandangan yang bersifat duniawiyah itu akan menyesatkan manusia. Tidak ubahnya seperti kuda yang ditutupi plastik transparan berwarna hijau, tidak bisa membedakan mana rumput yang asli dan mana yang rumput-rumputan yang terbuat dari kertas atau plastik. Semua yang dilihatnya berwarna hijau seperti daun yang menyegarkan untuk dimakan. Allah juga memperingatkan, bahwa “Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan (tempat) bermegah-megahan antara kamu, serta (tempat) berbangga-banggaan・ (QS. Al Hadid, 57:20). Itulah dunia.
Karena pengaruh kebendaan yang sangat kuat, maka tidak sedikit orang-orang yang salah dalam memilih kawan. Disangkanya akan membawa kebaikan dan kebahagiaan, tapi ternyata justru menjerumuskan ke lembah kehancuran. Hal ini ditandai dengan timbulnya kemalasan beribadah, keengganan berbuat kebajikan, dan sebaliknya mulai senang dengan kemaksiatan dan dosa.
Pada mulanya, memang belum nampak akibat dari perubahan sikap hidupnya. Namun pelan-pelan dampak buruk akibat berkawan dengan orang yang tidak baik itu, mulai dirasakan hasilnya. Secara perlahan-lahan ketenangan dan kebahagiaan hidup menjadi berkurang, dan akhirnya hilang. Sebagai gantinya muncul penyesalan demi penyesalan, sehingga kelak di akhirat, penyesalan itu tidak ada lagi gunanya.
Mereka gigit jari sambil menangis:”Aduhai, sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul (pastilah tidak tersiksa di akhirat). Celakalah aku, mengapa aku (dulu) menjadikan si fulan sebagai teman akrabku. Padahal dia telah menyesatkan aku” (QS. Al-Furqan, 27-29).
Setan memang telah memperdaya manusia dengan amat sangat licik sekali, sehingga manusia benar-benar terpedaya. Orang-orang yang dulu dibangga-banggakan sebagai kawan karibnya, satu sama lain kini saling bermusuhan, sehingga tidak ada lagi yang menghiraukan dirinya. Semuanya cuci tangan. “Kawan-kawan akrabnya pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa”. Demikian Allah menegaskan dalam Kitab Suci-Nya, Al-Qur’anul Karim, surat Az-Zukhruf, ayat 67.
Para ahli hikmah berkata: “Kawan itu laksana kain tambalan pada pakaian seseorang. Hendaklah seseorang melihat tambalan apa yang digunakan pada bajunya. Barang siapa berteman dengan orang-orang yang berakal, maka dia akan beruntung dan sukses. Sebaliknya, siapa yang berkawan dengan orang-orang bodoh, maka dia akan merugi dan akan menyesal”.
Ali bin Abi Thalib Radhiayallahu anhu lebih tegas lagi berkata: “Jangan engkau berkawan dengan orang yang rusak akhlaknya, karena dia akan menghiasimu dengan perbuatannya. Dia akan menyukai engkau berperilaku sama seperti dia. Dia akan menghiasimu dengan seburuk-buruk perilaku. Karena dia, engkau menjadi pintu masuk dan pintu keluar bagi aib dan noda”.
Allahu a’lam bish-showab.
Author : Badruzzaman Busyairi