Assalamualaykum ikhwani wa akhwati fillah. Sebagian di antara kita sering dengan mudah mengatakan: “Besok saya akan datang”. Namun esok harinya ternyata tidak bisa datang dengan berbagai alasan. Padahal yang bersangkutan telah merancang dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, sehingga tidak mungkin gagal.  Itulah kelemahan manusia. Betapa pun sudah direncanakan dan diperhitungkan dengan cermat, namun semua itu belum menjadi jaminan bisa berjalan seperti yang direncanakan. Rencana yang matang menurut kita, ternyata masih banyak mengandung kelemahan yang tidak diketahui oleh kita secara pasti.

Keadaan seperti itu berlaku untuk semua makhluk Allah, termasuk Rasulullah, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam..

Dalam Tafsir Ibnu Katsir diungkapkan, suatu ketika orang-orang musyrikin Quraish kehabisan bahan untuk menguji kebenaran kenabian Muhammad. Mereka kemudian menugaskan Harits dan Uqbah bin Abi Mu’ait menemui para ahli kitab, para rahib Yahudi. Mereka  meminta bahan-bahan untuk menjatuhkan Nabi.

Para rahib lalu memberi tiga bahan kepada utusan musyrikin Quraish untuk ditanyakan langsung kepada Muhammad. Kata para rahib, jika Muhammad bisa menjawab dengan benar, berarti dia seorang Nabi, karena itu ikutilah dia. Tetapi jika tidak bisa menjawab, berarti dia bukan sorang Nabi, dan terserah kalian untuk menghadapinya.

Ketiga pertanyaan itu, pertama, dahulu kala ada serombongan pemuda yang berkelana, tanyakan berapa orang jumlahnya, dan bagaimana akhirnya ?. Kedua, ada seorang lelaki berkeliling dunia dari timur ke barat, tanyakan bagaimana ceritanya ?  Ketiga, tanyakan kepada Muhammad tentang roh ?.

Di masa itu, ketiga pertanyaan itu sangat sulit menjawabnya karena belum ditemukan sumber rujukan yang kuat, baik secara lisan, tulisan maupun berupa benda-benda peninggalan. Sebaliknya yang ada ketika itu, adalah cerita dari mulut ke mulut yang telah berlangsung turun temurun terhadap ketiga persoalan di atas. Sedang cerita dari mulut ke mulut tidak bisa dibuktikan kebenarannya, dan tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiyah. Apalagi orang-orang Yahudi dikenal suka mereka-reka cerita. Ayat-ayat Allah dalam Taurat dan Injil pun sering ditambah atau dikurangi, sesuai kebutuhan dan kemauan mereka.

Setelah menerima bahan berupa tiga pertanyaan dari para rahib, tokoh-tokoh musyrikin Quraisy bergegas menemui dan menyampaikannya kepada Nabi. Bagi Nabi pertanyaan sulit seperti itu, bahkan yang lebih sulit dari itu, sudah sering diterimanya. Dari itu beliau tetap tenang, tidak langsung menjawab sebelum wahyu datang. Dan biasanya, tidak lama setelah itu, turun wahyu. Oleh karena itu, dengan yakin beliau menjawab: “Besok aku akan memberikan keterangan kepada kalian tentang apa yang kalian tanyakan”.

Esok harinya, mereka datang menagih janji kepada Nabi. Ternyata beliau tidak bisa menjawab, karena wahyu Allah belum turun. Mereka marah sembari mengeluarkan cemoohan dan cacian.

Hari berikutnya, mereka datang lagi, dan Nabi tetap belum bisa menjawabnya karena wahyu belum juga turun. Para pemuka musyrikin Quraisy bertambah marah. Caci-maki pun makin menjadi-jadi. Nabi tetap tenang dan sabar seraya terus memohon kepada-Nya agar Allah menurunkan wahyu-Nya. Berhari-hari beliau menunggu, namun wahyu Allah belum juga turun. Nabi pun mulai gelisah. Sebaliknya, para musyrikin Quraisy bertambah kegirangan, seakan-akan mereka mendapat kemenangan besar. Mereka menuduh Muhammad pembohong, mengaku-aku Nabi, dan berbagai tuduhan lainnya yang sangat keji.

Setelah lima belas hari menanti, akhirnya wahyu Allah turun, sebagai jawaban atas ketiga pertanyaan musyrikin Quraisy. Wahyu itu tertuang di dalam surat Al-Kahfi, yang di dalamnya terkandung jawaban atas ketiga pertanyaan musyrikin Quraisy. Yakni: (1) kisah nyata perjalanan hidup para pemuda ”Ashabul Kahfi” yang diberitakan secara faktual, (2) kisah nyata tentang Iskandar Dzulkarnain yang mengelilingi dunia dari timur ke barat, dan terakhir (3) tentang ruh.

Teguran Dari Allah

 Dalam keterlambatan turunnya wahyu itu, Allah dengan halus sekali menegur Rasul-Nya yang mengatakan kepada para pemuka musyrikin Quraisy: “Besok aku akan memberikan keterangan kepadamu tentang apa yang kalian tanyakan itu”, tanpa dibarengi ucapan Insya Allah. Padahal selama ini, beliau selalu mengucapkan “Insya Allah” pada setiap mau melakukan sesuatu.

Allah berfirman;

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi”, kecuali dengan menyebut Insya Allah.(QS. Al-Kahfi, 23)

Allah juga memberi tahukan jika kita lupa mengucapkan Insya Allah, segeralah istighfar kepada-Nya dan berdoa:

“Semoga Tuhanku akan memberikan petunjuk kepadaku hal yang lebih dekat kebenarannya dari ini” (QS. Al-Kahfi, 24).

 

Sebutlah Selalu: Insya Allah

Mengapa harus selalu menyebut Insya Allah jika akan melakukan sesuatu? Tidak lain karena semua langkah yang akan kita lakukan tidak akan terwujud jika Allah tidak menghendakinya. Betapa pun bagus dan matangnya suatu rencana, jika Allah tidak menghendaki maka tidak akan bisa terwujud. Insya Allah, artinya “Jika Allah menghendaki”.

Manusia memang mempunyai kekuatan dan kekuasaan, namun di hadapan Allah, kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya teramat sangat terbatas dan lemah. Dari itu, kita diperintahkan untuk selalu mengucapkan Insya Allah bila mau melakukan sesuatu untuk waktu yang akan datang.

“Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, andaikata ia mengucapkan Insya Allah, niscaya ia tidak gagal dan akan tecapailah hajatnya” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.)

Seorang muslim yang selalu menyebut Insya Allah pada saat akan melakukan suatu pekerjaan menunjukkan ia berakhlak baik, sama seperti muslim yang selalu menyebut Alhamdulillah pada saat mendapatkan kenikmatan, Subhanallah pada saat merasa takjub, Astaghfirullah pada saat sadar karena telah berbuat kesalahan.

Dengan menyebut Insya Allah, kita mengakui  kelemahan kita di hadapan Allah azza wajalla. Kita terlatih untuk tidak sombong, menganggap paling tahu, paling berkuasa di atas yang lain. Apalagi di dalam surat Luqman ayat 34, Allah menegaskan, lima hal yang tidak diketahui secara pasti oleh manusia: (1) kapan datangnya hari kiamat, (2) kapan turunnya hujan, (3) apa yang ada dalam rahim, (4) apa yang akan dilakukan nanti, serta (5) kapan dan dimana seseorang akan mati.

Ada kalanya orang sinis lantaran kita mengucapkan Insya Allah. Ia menuduh kita tidak percaya diri, tidak optimis, dsb. Tuduhan itu sangat keliru. Justru dengan mengucapkan Insya Allah, kita semakin percaya diri, semakin optmis, dan semakin yakin akan datangnya pertolongan Allah pada saat kita sedang menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan.

Bukti Kecintaan Allah

Karena Nabi lupa tidak mengucapkan Insya Allah, maka Allah memberi pelajaran berupa “terlambatnya” wahyu turun sampai lima belas hari. Suatu penantian yang cukup lama dan menegangkan karena situasi yang dihadapi Nabi ketika itu. Begitulah jika Allah mencintai hamba-Nya, maka pada saat sang hamba berbuat kekeliruan yang kecil sekalipun, Allah langsung memperlihatkan akibat kekeliruannya saat itu juga. Rasulullah bersabda, sebagaimana diriwayatkan Imam Turmudzi dan Hakim dari Anas r.a. ;

“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya dipercepatnya (datangnya) hukuman baginya di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya ditahannya dia dari (azab) dosanya sampai dipenuhinya baginya di hari kiamat” .

Semoga bermanfaat, dan mohon diluruskan bila ada kekeliruan serta dimaafkan. Jika berkanan silahkan dishare.

Allahu a’lam bish-showab

Disadur dari tulisan Badruzzaman Busyairi

 

Wassalamualaykum

Leave a Reply

Your email address will not be published.