Dalam masyarakat Jawa sering terdengar ungkapan “aja dumeh”. Ungkapan itu menasehatkan kepada kita, agar jangan sombong. Mentang-mentang sedang banyak uang lantas royal, boros, dan pelit. Mentang-mentang sedang jadi pejabat lantas menindas rakyat. Mentang-mentang sedang berkuasa lantas bertindak sewenang-wenang. Mentang-mentang tampan atau cantik, lantas meremehkan orang lain, dan seterusnya.

Di balik ungkapan aja dumeh itu, tersingkap juga sikap “aji mumpung”.Yaitu mumpung jadi pejabat maka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Mumpung sedang memegang kendali kekuasaan, maka orang-orang yang tidak disukainya disingkirkan. Mumpung suami sedang tikdak di sampingnya, maka istri berbuat sessuka hainya, atau sebaliknya, mumpung istri tidak di sampingnya, maka suami berselingkuh dengan wanita lain. Mumpung tidak ada pengawas, maka murid nyontek dalam ujian atau ulangan. Dan seterusnya.

Sikap aji mumpung seperti itu jelas merupakan sikap yang sangat tercela, dan cepat atau lambat akan merugikan dirinya dan orang lain, bahkan masyarakat luas. Sebab di dunia tidak ada yang abadi. Semuanya akan menemui keruntuhan atau kejatuhan, dan sangat sedikit orang-orang yang mampu menyelamatkan dirinya.

Untuk sementara waktu, bisa saja terjadi orang-orang yang bersikap aji mumpung nampak sukses, sehingga orang-orang yang lemah iman menjadi iri hati dan dengki. Di dalam sejarah pernah terjadi dan Al-Qur’an mengungkapkannya bagi generasi yang datang kemudian tentang perjalanan hidup seorang anak manusia yang bernama Qarun (QS. Al-Qashash, 76-82),.

Harta Qarun

Dalam Kitab Suci, Al-Qur’an diberitakan, bahwa Qarun adalah seorang yang sangat kaya raya. Begitu melimpah ruahnya harta benda Qarun sampai anak kuncinya saja tidak cukup dibawa oleh satu orang, tapi harus digotong oleh banyak orang yang kuat tenaganya (QS. Al-Qashash, 76). Kekayaan yang berlimpahan itu rupanya telah membuat ia menjadi lupa diri, dan sangat sombong sekali. Qarun sangat suka membangga-banggakan kekayaannya dan memamerkan kemewahannya kepada orang lain. Nabi Musa alaihis-salam sering menasehatinya, tapi tidak pernah dihiraukannya. “Kekayaan yang aku peroleh itu semata-mata karena kepandaianku”, kata Qarun, sebagaimana diberitakan kembali oleh Allah dalam surat Al-Qashash ayat 78.

Suatu hari, Qarun berjalan keliling kota untuk memamerkan kekayaannya yang sangat besar, dengan naik kendaraan yang paling bagus, diiringi oleh para pengawal, dayang-dayang dan para pengasuhnya. Mereka semua tampil dalam pakaian yang serba mewah, sehingga banyak orang berdecak kagum menyaksikannya, seraya mengimpikan bisa memiliki kekayaan seperti Qarun.

Allah kemudian menurunkan perintah melalui Musa alaihis-salam, agar Qarun memberikan sebagian hartanya untuk orang-orang fakir miskin dan orang-orang lain yang sangat membutuhkan. Namun Qarun menolak dengan berbagai alasan. Allah murka. Qarun dan seluruh harta bendanya dibenamkan ke dalam bumi, hingga tidak bersisa sedikit pun juga. Itulah azab Allah kepada Qarun, sebagaimana diberitakan dalam surat Al-Qashash ayat 81

Orang-orang yang terkagum-kagum kepada Qarun dan mengimpikan memiliki harta yang berlimpahan menjadi kaget dan bergumam: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya, dan menyempitkannya. Kalaulah Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, niscaya Dia membenamkan kita pula. Aduhai, benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah” (QS. Al-Qashash 82).

Mereka Harus Dikasihani

Bisa saja terjadi, orang yang bersikap aji mumpung itu hidupnya makmur dan diliputi oleh berbagai macam kesuksesan yang sifatnya duniawwiyah, sehingga orang-orang yang lemah iman, menjadi iri dan berprasangka buruk kepada Allah: Mengapa Allah tidak menurunkan balasan kepada mereka? Mengapa orang-orang yang lemah dan tertindas terus didera oleh cobaan hidup dan kehidupan ? Dimana letak keadilan Allah ? Apakah Allah tidak melihat semua itu ?

Allah sudah pasti melihatnya. Dia Maha Tahu. Tak ada seorang pun yang bisa menandingi-Nya. Karena ke-maha-tahuan-Nya itu, Allah menurunkan petunjuk-petunjuk-Nya, baik yang tertulis dalam Al-Qur’an berikut penjelasan-penjelasannya dalam Al-Hadits, maupun yang tersirat di dalam jagat raya berupa fenomena kemasyarakatan dan fenomena alam.

Allah murka kepada orang-orang yang memiliki sikap, watak dan perilaku aji mumpung, dan mereka tidak akan lolos dari azab Allah (QS. Al-Ankabut 4). Dari itu, kita tidak perlu berkecil hati apalagi merasa rendah diri terhadap mereka. Malah sebaliknya, kita harus mengasihi mereka, karena sikap-sikapnya itu akan menghancurkan dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Mereka harus diingatkan dengan cara yang sebaik-baiknya agar mau membuang sejauh-jauhnya sikap aji mumpung itu.

Author : Badruzzaman Busyairi

Leave a Reply

Your email address will not be published.